Contoh Kasus Gangguan Somatoform
Contoh kasus
Budi Santoso Spegawai swasta berusia 30 tahun ini sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin.
Budi Santoso Spegawai swasta berusia 30 tahun ini sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin.
Budi juga sering merasa dadanya sesak bila bernapas. Dia bercerita bahwa ia pernah berobat di bagian penyakit dalam dan telah dilakukan beberapa tes, namun dinyatakan hasilnya semua dalam batas normal.
Pria itu tentunya tidak percaya hal tersebut, karena sebenarnya dia merasa ada yang salah memang dengan dirinya. Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Budi disarankan untuk datang ke bagian psikiatri/jiwa karena mungkin ada problem psikis yang melatari keluhannya.
Dia pun sempat kesal karena saran itu, dia berkata “Memangnya saya gila Dok?!”. Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Iwan memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun.
Pria itu tentunya tidak percaya hal tersebut, karena sebenarnya dia merasa ada yang salah memang dengan dirinya. Oleh sejawat dokter ahli penyakit dalam, Budi disarankan untuk datang ke bagian psikiatri/jiwa karena mungkin ada problem psikis yang melatari keluhannya.
Dia pun sempat kesal karena saran itu, dia berkata “Memangnya saya gila Dok?!”. Hal itu dikarenakan dia merasa kehidupannya baik-baik saja. Bilapun ada masalah, Iwan memang cenderung lebih menyimpannya sendiri dan tidak pernah membicarakan dengan orang lain bahkan dengan istrinya sekalipun.
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
B. Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
• Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.
• Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
• Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
• Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
• Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform:
• Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
B. Ada lima gangguan somatoform yang spesifik adalah:
• Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ.
• Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.
• Hipokondriasis ditandai oleh fokus gejala yang lebih ringan dan pada kepercayaan pasien bahwa ia menderita penyakit tertentu.
• Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebih-lebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.
• Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis.
DSM-IV juga memiliki dua kategori diagnostik residual untuk gangguan somatoform:
• Undiferrentiated somatoform, termasuk gangguan somatoform, yang tidak digolongkan salah satu diatas, yang ada selama enam bulan atau lebih.
1. Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
b. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
Ó Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
Ó Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
Ó Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
Ó Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
c. Salah satu (1)atau (2):
Ó Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Ó Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
d. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).
a. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
b. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
Ó Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
Ó Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
Ó Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
Ó Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
c. Salah satu (1)atau (2):
Ó Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Ó Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
d. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).
2. Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi
a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
a. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
b. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
c. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
d. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
3. Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis
a. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala¬gejala tubuh.
b. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
f. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
a. Pereokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala¬gejala tubuh.
b. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.
c. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
d. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
e. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
f. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
4. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
a. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.
b. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
a. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyat.
b. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
5. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
b. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
c. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
d. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
e. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
a. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
b. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
c. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
d. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
e. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
B. Salah satu (1)atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)
C. Kerangka Teori
Gangguan somatoform dibagi menjadi beberapa sub, namun yang paling sering dijumpai di klinik adalah yang dinamakan gangguan somatisasi dan gangguan hipokondrik.
Gangguan Somatisasi, Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya
keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat.
Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
Biasanya bermula sebelum usia 30-an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima pendapat dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya. (Andri Suryadi, 2007)
Gangguan somatoform dibagi menjadi beberapa sub, namun yang paling sering dijumpai di klinik adalah yang dinamakan gangguan somatisasi dan gangguan hipokondrik.
Gangguan Somatisasi, Ganguan ini ditandai dengan adanya keluhan-keluhan berupa gejala fisik yang bermacam-macam dan hampir mengenai semua sistem tubuh. Keluhan ini biasanya sudah berlangsung lama dan biasanya
keluhannya berulang-ulang namun berganti-ganti tempat.
Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
Biasanya bermula sebelum usia 30-an dan telah berlangsung beberapa tahun. Pasien biasanya tidak mau menerima pendapat dokter bahwa mungkin ada dasar psikologis yang mendasari gejalanya. (Andri Suryadi, 2007)
1. Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika, simtom histerikal memiliki fungsi : Memberikan orang tersebut keuntungan primer dan keuntungan sekunder. Keuntungan primer, yang didapat adalah memungkinkan individu untuk mempertahankan konflik internal direpresi. Orang tersebut sadar akan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik yang diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti itu, “simtom” merupakan symbol dari, dan memberikan orang tersebut “pemecahan sebagian” untuk konflik yang mendasarinya.
Menurut teori psikodinamika, simtom histerikal memiliki fungsi : Memberikan orang tersebut keuntungan primer dan keuntungan sekunder. Keuntungan primer, yang didapat adalah memungkinkan individu untuk mempertahankan konflik internal direpresi. Orang tersebut sadar akan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik yang diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti itu, “simtom” merupakan symbol dari, dan memberikan orang tersebut “pemecahan sebagian” untuk konflik yang mendasarinya.
2. Teori Belajar
Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan hipokondrias dan gangguan dismorfik tubuh dihubungkan dengan gangguan obsesif kompulsif (Barsky dkk., 1992; Cororve&Gleaves, 2001). Pada hipokandrias, orang terganggu oleh pikiran-pikiran yang obsesif dan menimbulkan kecemasan mengenai kesehatan mereka. Pergi dari satu dokter ke dokter lain dapat merupakan suatu bentuk dari perilaku kompulsif yang diperkuat oleh hilangnya kecemasan yang dialami secara temporer saat mereka diyakinkan kembali oleh dokternya bahwa kekuatan mereka tidak terbukti. Namun pikiran-pikiran yang menggangu kembali muncul, mendorong mereka melakukan konsultasi ayng berulang.
Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan hipokondrias dan gangguan dismorfik tubuh dihubungkan dengan gangguan obsesif kompulsif (Barsky dkk., 1992; Cororve&Gleaves, 2001). Pada hipokandrias, orang terganggu oleh pikiran-pikiran yang obsesif dan menimbulkan kecemasan mengenai kesehatan mereka. Pergi dari satu dokter ke dokter lain dapat merupakan suatu bentuk dari perilaku kompulsif yang diperkuat oleh hilangnya kecemasan yang dialami secara temporer saat mereka diyakinkan kembali oleh dokternya bahwa kekuatan mereka tidak terbukti. Namun pikiran-pikiran yang menggangu kembali muncul, mendorong mereka melakukan konsultasi ayng berulang.
3. Teori Kognitif
Teori kognitif berspekulasi bahwa hipokondrias dapat mewakili sebuah tipe dari strategi self-handicapping, suatu cara menyalahkan kinerja yang rendah pada kesehatan yang buruk (Smith, Synder & Perkins, 1983).
Teori ini juga berspekulasi bahwa hipokondriasis dan gangguan panic yang sering kali terjadi secara bersamaan, dapat memiliki penyebab yang sama, cara berpikir yang terdiostorsi yang membuat orang tersebut salah mengartikan perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang akan terjadi (Salkovskis7 Clark, 1993). Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang salah dari tanda-tanda tubuh membawa sebuah persepsi tentang ancaman yang akan segera terwujud dan lalu menyebabkan terjadinya kecemasan yang berputar cepat ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebih panjang dalam bentruk proses penyakit yang mendasarinya.
Teori kognitif berspekulasi bahwa hipokondrias dapat mewakili sebuah tipe dari strategi self-handicapping, suatu cara menyalahkan kinerja yang rendah pada kesehatan yang buruk (Smith, Synder & Perkins, 1983).
Teori ini juga berspekulasi bahwa hipokondriasis dan gangguan panic yang sering kali terjadi secara bersamaan, dapat memiliki penyebab yang sama, cara berpikir yang terdiostorsi yang membuat orang tersebut salah mengartikan perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang akan terjadi (Salkovskis7 Clark, 1993). Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang salah dari tanda-tanda tubuh membawa sebuah persepsi tentang ancaman yang akan segera terwujud dan lalu menyebabkan terjadinya kecemasan yang berputar cepat ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebih panjang dalam bentruk proses penyakit yang mendasarinya.
D. ANALISIS
Berdasarkan hasil analisis bahwa subjek sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin, hal ini menurut Andri Suryadi (2007), bahwa Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
Berdasarkan hasil analisis bahwa subjek sudah hampir satu tahun merasakan keluhan penyakit yang sering berpindah-pindah. Dia mengeluh merasa pegal-pegal, badannya terasa tidak enak, perut terasa penuh dan mual serta sering merasa seperti keluar keringat dingin, hal ini menurut Andri Suryadi (2007), bahwa Pasien biasanya telah sering pergi ke berbagai macam dokter (doctor shopping). Beberapa pasien bahkan ada yang sampai dilakukan operasi, namun hasilnya negatif. Keluhan yang paling sering biasanya berhubungan dengan sistem organ gastrointestinal (perasaan sakit, kembung, bertahak, mual dan muntah) dan keluhan pada kulit seperti rasa gatal, terbakar, kesemutan, baal dan pedih.
Pasien juga sering mengeluhkan rasa sakit di berbagai organ atau sistem tubuh, misalnya nyeri kepala, punggung, persendian, tulang belakang, dada atau nyeri saat berhubungan badan. Kadang juga terdapat keluhan disfungsi seksual dan gangguan haid. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita
daripada pria.
REFERENSI
Ahead. 2008. Gangguan Jiwa : Siapa yang Waras. http://sedanghidup.blogspot.com/
Andri Suryadi. 2007. Gangguan psikomatik, problem psikis yang gerogoti fisik. http://www.maitreya.or.id/forums
Arya Verdi. 2008. Gangguan Identitas Gender. http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/06/vj33vi2008-gangguan-identitas-gender.html
dr. Engelberta Pardamean, SpKJ, 2007. Gangguan Somatoform. Symposium sehari kesehatan jiwa dalam rangka menyambut hari kesehatan jiwa sedunia. Ikatan Dokter Indonesia
Jeffrey S. Dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid I. Jakarta. Erlangga
Andri Suryadi. 2007. Gangguan psikomatik, problem psikis yang gerogoti fisik. http://www.maitreya.or.id/forums
Arya Verdi. 2008. Gangguan Identitas Gender. http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/06/vj33vi2008-gangguan-identitas-gender.html
dr. Engelberta Pardamean, SpKJ, 2007. Gangguan Somatoform. Symposium sehari kesehatan jiwa dalam rangka menyambut hari kesehatan jiwa sedunia. Ikatan Dokter Indonesia
Jeffrey S. Dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid I. Jakarta. Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar